POTONGAN KISAH

 

 “Huamh….”

Udah jam berapa nih? Dalam hati Anjani bicara.

Setelah melihat jarum jam menunjukkan pukul 4 Anjani langsung membuang selimutnya dan pergi mandi ke WC. Kira-kira waktu sepuluh menit cukup bagi Anjani untuk mandi sampai berganti pakaian yang rapi. Baru saja pedal pintu ditekannya, ia melupakan sesuatu.

“Eh, ngaca dulu ah…,” Dilihatnya gambar dirinya yang memantul di kaca cermin sambil disisirnya rambutnya yang panjang.

“Emmm udah cantik belum ya.., udahlah lagian siapa juga sih yang mau liatin kamu!”

Kebiasaan Anjani suka ngomong dengan dirinya sendiri. Apa yang dibicarakannya jelas jelas sangat berbeda dengan apa yang diharapkan isi hatinya. Disambarnya pedal pintu, Anjani keluar dengan hati dag dig dug. Ia sangat berharap apa yang diinginkannya ada disana dan melihatnya. Anjani akan pergi ke rumah Rani temannya yang ada di seberang jalan rumah Anjani. Awalnya ketika menyeberang Anjani sengaja menoleh  kearah kanan cukup lama, setelah siap pasang muka tanpa ekspresi ia memalingkan wajahnya kea rah kiri. Mungkin bagi orang yang melihatnya itu hal yang wajar saja dilakukan melihat orang yang menyeberang. Tapi tidak bagi Anjani. Tujuanya menengokkan wajahnya ke kiri untuk melihat tiga orang yang diam-diam sudah menjadi pengagum rahasianya. Eh bukan rahasia, karena Anjani sudah mengetahui hal tersebut. Sebutan pengagum rahasia adalah dari Anjani sepihak.

Tapi sayangnya mereka tidak terlihat sama sekali. Disamping rumahnya terdapat dua  rumah kosong yang beberapa bulan lalu satu rumah itu diisi untuk tempat Posyantek. Entahlah Anjani tidak tahu dan tidak peduli terhadap apa itu sebenarnya Posyantek. Yang membuat Anjani sangat tertarik adalah anak PKL  yang ada disana. Setahu Anjani dari pengamatannya selama ini ada tiga anak PKL yang ada disana dan semuanya laki-laki. Mungkin karena pekerjaanya di Posyantek berhubungan dengan listrik, jadi pekerjanya laki-laki semua. Selama PKL mereka menginap di rumah itu. Awalnya Anjani tidak terlalu memperhatikannya, bahkan sangat acuh dengan Posyantek apalah itu apalagi dengan tiga anak yang sedang PKL. Tiga hari awal entah itu hari keberapa mereka sudah PKL disana, Anjani sering sekali melihat  3 orang anak yang seumuran dengannya ada di rumah itu. Tiga hari dan tiga kali itu Anjani selalu bertatap mata dengan salah seorang diantara ketiganya. Karena insting Anjani yang suka ke geeran. Anjani merasa mereka agak tertarik dengan Anjani. Karena selama bertatap mata itu Anjani menanggapi mereka orang aneh yang Cuma singgah disana, Anjani benar-benar tidak pernah memikirkan apapun tapi mereka seperti malu-malu melihat Anjani. Kegeeran Anjani semakin menjadi ketika itu sore hari hujan deras, sepulang sekolah angkot yang Anjani tumpangi tiba-tiba supirnya sedang berbaik hati memberi tumpangan Anjani sampai menyeberang jalan. Dengan senang hati Anjani menerima tawaran tersebut. Tak disangka angkot tersebut malah berhenti pas di depan rumah itu. Dimana ketiga anak itu sedang nongkrong didepan rumah. Ketika Anjani turun dari angkot, perasaan Anjani sudah merasa kok ada yang aneh. Anjani berlari utuk menghindari hujan lalu terdengar sayup-sayup mereka berbicara,

“Eh ayo cepet lari, kejar tuh!”

Deg,

Pikiran Anjani langsung pergi kemana-kemana sampai mandi pun Anjani masih terbayang-bayang, sampai disuruh ibu membeli garam diwarung seberang Anjani jadi menyatukan kejadian-kejadian yang terjadi minggu-minggu lalu. Sempat melamun, Anjani merasa ada yang memperhatikannya dari seberang jalan, tepatnya dari rumah itu lagi. Ada satu anak yang melihat Anjani terus menerus sambil tertawa sepertinya lalu dating temannya lagi yang tinggi seperti sedang meledeknya karena terus melihat Anjani. Anjani yang sedang melamun jadi salah tingkah, tengok sana tengok sini. Masih saja ramai kendaraan dikanan dan dikiri. Anjani langsung menghindar dengan memalingkan wajah ke kiri cukup lama setelah melihat kekanan masih saja mereka melihat Anjani.

Sampai rumah Anjani jadi salah tingkah dan berpikiran yang cukup ekstrem. Anjani ingat dulu ia juga pernah mempergoki ketiga anak itu menyeberang ke mushola. Juga Anjani teringat ketika akan menyeberang ada tiga orang itu duduk di depan rumah dan ketika melihat Anjani akan menyeberang mereka seperti akan menghampiri Anjani. Setelah dihitung ada banyak sekali momen seperti itu terjadi. Kesimpulan yang Anjani dapatkan salah satu atau salah dua diantara mereka bertiga meyukai Anjani!. Dengan kesimpulan itu Anjani jadi merasa terbebani.

Hujan lagi..

Dengan payung hijau dipegangnya untuk melindungi dari basahnya air hujan yang mengguyur. Anjani menyeberang untuk kesekian kalinya karena disuruh ibu membeli sabun mandi. Sebelumnya Anjani tidak pernah memikirkan hal ini. Dalam sehari Anjani memang cukup sering menyeberang ke warung uttuk membeli bahan sembako karena disuruh ibu. Beban pertama yang Anjani rasa ketika untuk keberapa kali Anjani terus menyeberang Anjani salah tingkah dan kegeeran kalau disangka lagi caper sama mereka bertiga. Sungguh aneh. Kebiasaan kalau lagi nyeberang ngelamun. Tak disangka-sangka mereka bertiga sedang duduk-duduk disebelah warung yang akan didatangi Anjani. Anjani menganggapnya itu hanya halusinasi dari besarnya kegeeran yang dimiliki Anjani. Anjani masih biasa saja menyeberang tapi dengan tetap menjaga imej agar tetap terlihat biasa saja. Lagi-lagi saat akan pulang Anjani merasa sedang dilihatin lagi. Anjani jadi semakin yakin kalau mereka pasti tiga orang pemuda Posyantek itu. Sesampainya di rumah Anjani dibuat kesal bersamaan dengan senang.  Anjani disuruh ibu lagi untuk membeli pulsa dikonter sebelah rumah persis, bedanya disebelah kanan. Untuk ketiga kalinya Anjani keluar, Anjani tidak berani melihat kearah tiga pemuda yang tadi duduk-duduk disebelah warung. Karena takut dikira sedang caper semakin terlihat. Tak disangka Anjani utnuk yang kesekian kali, tiga orang pemuda sudah ada dibelakang Anjani. Satu orang yang paling tinggi ada dibelakang Anjani dan akan memanggil Anjani. Sebenarnya Anjani tidak tahu sama sekali ada orang dibelakangnya, karena reflex ingin menyeberang ke tempat Rani, Anjani menoleh ke belelakang untuk melihat jalan. Rasanya jantung Anjani mau copot ketika di belakangnya ada bocah yang tinggi itu. Ia sempat berhenti di konter pulsa karena kehujanan. Anjani yang pura-pura tidak mengetahui hal tersebut langsung acuh dan salah tingkah. Anjani sangat menunggu gerakan dari salah satu pemuda itu. Padahal menurut Anjani pemuda yang tinggi itu adalah yang paling tampan diantara ketiganya. Dengan curi-curi pandang Anjani melihat lagi kalau pemuda itu berdiskusi dengan kedua temannya yang jauh dibelakang.

“Hei! Kesini !”

Lalu pemuda itu pergi kembali ke rumah Posyantek sambil tertawa tidak jelas. Sangat tidak gentle, kan tinggal dihampirin terus kalau minta kenalan masa iya aku bakalan nolak. Batin Anjani. Kesel bercampur aduk dengan senang. Sesampainya di warung Rani, Anjani sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak mendengar suara Rani yang terus menerus memanggilnya dari tadi.

“Anjani…ANJANIIII……” Suara keras Rani sontak membuyarkan pikiran Anjani. Bukannya jengkel atau marah seperti biasanya, Anjani justru senyum senyum sendiri.

“Kenapa si Ran,”

“Kamu itu dari tadi aku tanyain, tapi diam terus.”

“Oyaya tadi kamu Tanya apa?”

“Tuh kan senyum-senyum sendiri, kamu itu kenapa si Anjani, nakutin tau!”

Anjani yang pada awalnya cuek lalu mengamati lalu ia tertarik tak disangka pemuda tiga itu juga tertarik dengan Anjani lalu Anjani berharap sampai titik menunggu Anjani rasakan. Bagi Anjani menunggu itu sudah biasa, Anjani akan terus bersabar ia juga mengetahui mereka itu anak PKL yang mempunyai batas waktu, tak bisa selalu tinggal di Posyantek itu.

Sampai saat-saat yang sangat dibenci Anjani tiba. Pemuda itu telah pergi,  pulang ke rumah masing-masing. Mereka sudah berhenti masa PKLnya. Anjani sadar ini akhir dari semuanya. Entah mengapa ada lubang besar dalam hati Anjani. Sebuah lubang penyesalan sangat dalam. Beribu Tanya mengapa menghantui kepala Anjani. Kenapa mereka harus mencuri perhatian Anjani. Sampai Anjani pada titik kehilangan seperti ini. Kehilangan untuk orang asing, tetangga asing. Ini cukup tidak adil bagi Anjani karena mereka bisa setidaknya melihat muka Anjani dengan jelas. Karena mereka selalu memperhatikan Anjani dengan terang-terangan. Sedangkan Anjani yang seorang perempuan yang mempunyai gengsi tinggi hanya bisa melihat wajah mereka sekilas dan hanya sekali sepersekian detik. Mungkin hanya postur yang lebih Anjani paham. Dari mulai nama, tempat tinggal Anjani sama sekali tidak mengetahuinya. Mereka entah sudah mengetahui nama Anjani atau belum. Tapi mereka sudah tahu Anjani rumahnya masih tetap ditempat yang sama. Rasa penasaran, penyesalan, kehilangan sekaligus kecewa menyelimuti hati Anjani. Anjani tahu betul ini sebenernya lebih kolot dari cerita cinta monyet. Ini bahkan belum sampai pada tahap mengetahui nama. Sungguh aneh memang. Anjani jelas tidak mengetahui bagaima sifat mereka. Mungkin mereka memang seperti itu, ya sifat lelaki. Mungkin juga itu sifat yang selalu melekat pada mereka. Mereka selalu memperhatikan “lebih” pada perempuan yang bahkan mereka belum kenal apalagi bagaimana sifat dan latar belakangnya. Mereka cukup melihat secara fisik. Sedangkan hati lembut Anjani sebagai seorang perempuan sangat mengutamakan perasaannya terutama ketika berhadapan dengan seseorang, yang apalagi dengan sikap yang seperti itu.

Pada akhirnya ini bukanlah kisah  cinta indah yang kalua disinetron pasti akhirnya Anjani terus dikejar oleh ketiga pemuda itu dan akhirnya jatuh cinta dengan konflik cinta segi empat yang rumit tapi mempunyai ending yang bahagia. Ini hanya kisah sedih seorang perempuan yang terlalu naïf untuk melihat situasi dan untuk menghadapi sikap “lebih” dari lawan jenisnya. Ketiga pemuda itu bagaikan orang yang cuma lewat ketika Anjani sedang berjalan di pasar seorang diri.

 

=END=

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.