GARA-GARA FACEBOOK


            Eni diam membisu dengan pandangan kosong tepat didepan sebuah gedung berlantai dua. Sekilas terlintas ekspresi tertarik di wajahnya itu memandangi bangunan bercat biru yang berada tepat dihadapannya. Bukan karena bangunan tersebut terlihat megah dan kokoh bukan juga karena bangunan itu memiliki lapangan,taman atau fasilitas yang lengkap dan luas. Eni sedang menunggu temannya, Nur yang sedang pergi ke kelas untuk mengambil buku yang tertinggal. Kira-kira satu jam yang lalu tempat itu sangat ramai dan dipenuhi oleh siswa dan wali murid yang menunggu pengumuman kelulusan kelas XII dan sekarang tempat itu sepi, yang terdengar hanya suara angin  yang menerpa tenda dan beberapa suara daun kering pohon jati yang terseret angin. Bagai kaset yang diputar kembali tiba-tiba Eni teringat pada mendiang ayahnya. Ayahnya dibunuh karena kesalahan Eni. Semua itu berawal pada saat Eni yang sudah menginjak kelas 3 SMP dimana sedang asik-asiknya bermain social media salah satunya yang paling booming adalah facebook. Saking aktif dan kecanduannya bermain facebook,  Eni tidak memperdulikan peringatan dari orangtuanya. Suatu saat ada seorang teman chatingnya yang mengajak untuk bertemu, Eni yang masih polos mau-mau saja menurut  tanpa memberitahu kedua orangtuanya. Setelah itu Eni tidak pulang seharian sampai ada seseorang yang menelepon ayah Eni. Preman itu mengaku telah menculik Eni dan meminta tebusan 50 juta untuk membebaskan Eni dengan syarat tidak boleh membawa polisi. Ayah Eni menurut dan langsung pergi untuk membebaskan anak bungsunya. Setelah  pertukaran  uang 50 juta dengan  Eni tiba-tiba terdengar suara DOOOOOOORRRRRR!!!!!!!!!!!!!! Ayah Eni ditembak oleh sang preman dari belakang karena ternyata ayah Eni telah membawa polisi bersamanya. Ketika polisi akan memborgol tangan sang preman, disakunya terdapat pistol dan langsung ditembakkkan pada ayah Eni. Nyawa ayah Eni pun tidak terselamatkan.  Eni merasa sangat bersalah karena kelakuannya yang ceroboh itu membuat ayah tercinta kehilangan nyawanya.

Bulir air mata perlahan menetes di pipi Eni. Sudah 3 tahun lamanya namun ketika mengingat kejadian tersebut selalu membuat hatinya tersayat sangat pedih. Maafkan aku ayah. Batin Eni sambil menghapus air matanya. Ia sudah berjanji akan menjadi anak yang membanggakan orangtua  dan menjadi anak yang solehah agar ayahnya tenang dialam sana. Dulu ayahnya adalah sosok yang berwibawa dan bijaksana, ia sering memberikan nasehat-nasehat yang selalu diingat dan diterapkan Eni hingga saat ini.

“Eni..Eni, kamu kenapa kok malah bengong?” Tanya Nur yang sedari tadi memanggil Eni namun tidak ada jawaban.

“Nggak papa kok Nur, kamu sudah ambil barangnya kan? Udah sore, yuk kita pulang.”

“END”

 

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.