(CERPEN)

  

                Hampir setengah jam Liani menunggu Nofian. Liani baru pulang dari ekstra KIR. Ia sudah janjian dengan Nofian akan pulang bersama.

“Hei!! Udah nunggu lama ya? Yuk kita pulang.” Ajak Nofian setelah menghampiri Liani.

“Ya lumayan, kita jadi ke perpus kan?”

Jadi dong tapi beli makan dulu laper nih nanti biar aku yang traktir,

“Oke deh.”

Nofian dan Liani adalah teman sebangku. Mereka kenal sejak masuk SMA. Meskipun mempunyai kepribadian yang berbeda, mereka masing-masing merasa nyaman. Entah bagaimana keduanya bisa memutuskan untuk berpacaran, tak hanya membuat teman sekelas keheranan bahkan hampir satu sekolah pun dihebohkan dengan berita pacaran mereka. Nofian cukup populer di sekolah, ia adalah vokalis band dan seorang pemain basket. Banyak anak cewek yang mengaguminya dan tak tanggung-tanggung menyatakan suka pada Nofian secara langsung. Sedangkan Liani sangat berkebalikan dengan Nofian. Liani cenderung anak yang introvert dan cuek. Sedikit memang yang mengenalnya, namun semenjak kabar pacarannya dengan Nofian tersebar jadi banyak anak yang penasaran, bahkan banyak juga yang mengejeknya dan mengoloknya karena Liani dianggap tidak pantas pacaran dengan Nofian. Karena Liani yang memang super cuek, ia tidak pernah menggrubis orang yang mengejeknya itu. Bagi Nofian itu merupakan salah satu nilai plus dari Liani. Nofian suka dengan sifat Liani yang cuek, dan tidak menghiraukan kata orang lain yang mengejeknya. Liani selalu melakukan apa yang ia suka, namun ia tetap tidak mengacuhkan orang-orang disekitarnya. Dibalik sifatnya yang cuek dan introvert Liani mempunyai sisi hangat, yang menurut Nofian tidak bisa didapatkan dari cewek lain. Selama pacaran baik Liani maupun Nofian tidak merasakan perbedaan yang begitu menonjol. Masih sama seperti saat sebelum pacaran. Status pacaran seperti hanya status saja untuk hubungan keduanya. Namun dalam hubungan mereka masih sahabatan seperti dulu.  Duduk di kelas masih sebangku, pulang bersama seringnya pergi ke perpus ,baca buku atau pergi makan berdua dan mengobrol sampai lupa waktu pulang. Namun kian hari  Liani merasakan kejanggalan, misalnya saja Liani merasa Nofian jadi banyak berubah. Nofian menjadi sering mendiamkannya, dan mereka jadi jarang pulang bersama seperti dulu. Liani jadi sering parno dengan apa yang dilakukan oleh Nofian. Kalau tahu Nofian akan pulang malam Liani khawatir, ia jadi sering gelisah kalau ada hal yang ada sangkut pautnya dengan Nofian. Saat jam istirahat Liani bermaksud curhat dengan Nofian dan menanyakan pada Nofian apa yang sebenarnya terjadi dengan Nofian dan pada dirinya sendiri terutama.

“Fian nanti kamu enggak ada jadwal nge-band kan? Pulang bareng yah,

Sory enggak bisa Li, emang si enggak ada jadwal nge band tapi aku mau latihan buat penggalangan dana hari Jumat besok.”

“Oh gitu, ya udah deh.

Kamu pengin banget pulang bareng aku ya, ngaku ayo?” Ejek Nofian.

Pd banget si, kita kan udah dua minggu ini  enggak pernah pulang bareng habis kamunya  sibuk terus.

“Uh kasian,  nanti aku beliin cokelat kesukaan kamu deh gimana?

“Enggak usah,”

“Loh kenapa, mumpung lagi baik nih kalau kamu nolak keburu aku berubah pikiran.”

“Enggak usah, aku lagi enggak mood,”

“Loh kok gitu? Tunggu Li, mau kemana?” Panggil Nofian karena Liani langsung ngeloyor pergi.

“Mau ke kantin.” Jawab Liani singkat entah Nofian mendengarnya atau tidak.

Liani pergi meniggalkan Nofian yang sedang keheranan dengan tingkah laku Liani yang tidak seperti biasanya itu. Liani heran dengan jawaban Nofian tadi, kenapa ia bisa segampang itu menolak ajakan Liani padahal mereka sudah lama sekali tidak pulang bersama.

Ketika sedang membaca novel di Perpus, lagi-lagi Liani memikirkan Nofian. Ia ingat tadi sewaktu pulang, Nofian dijemput Rena untuk latihan band. Rena itu adik kelasnya yang merupakan salah satu vokalis  di band selain Nofian . Liani dongkol sekali dengan tingkah laku Rena yang selalu  dekat-dekat Nofian. Rena memang cewek populer di sekolah, ia cantik dan bersuara merdu. Terlebih lagi Liani dan Nofian adalah partner vokalis yang intesitas bertemunya cukup sering.

Beberapa hari kemudian Liani dan Nofian akhirnya kembali pulang bersama. Meski duduk sebangku mereka tetap jarang ngobrol kalau di kelas, paling hanya membahas tentang pelajaran.  Ada rasa canggung yang luar biasa Liani rasakan begitu juga dengan Nofian. Mereka malah lebih banyak diam. Tidak ada topik yang asik dibahas, terasa hambar ketika Liani akan membuka obrolan dengan Nofian. Berbeda ketika dulu, mereka sampai kekurangan waktu untuk mengobrol dengan topik yang selalu asik dibicarakan. Kecanggungan itu terus berlanjut sampai satu minggu. Karena jarangnya keduanya bekomunikasi, sempat terjadi salah paham. Saat itu mereka sudah janjian akan pulang bersama, Liani menunggu Nofian seperti biasa. Terlalu asik bermain band Nofian lupa kalau mempunyai janji dengan Liani. Liani menunggu satu jam tapi Nofian tak kunjung datang. Liani memutuskan pulang duluan. Ketika akan pulang, Liani melihat Nofian dengan Rena sedang jalan berdua diseberang jalan. Mereka terlihat sedang asik mengobrol bahkan terlihat mesra menurut Liani. Liani tidak menyangka Nofian bisa setega itu melupakannya dan malah berduaan dengan Rena.  Ia tak tahu harus berbuat apa, apa ia memang pantas untuk melabrak Nofian sekarang, memang mereka pacaran tapi bukannya selama ini Nofian masih memperlakukannya sebagai sahabat. Kenyataan itu yang langsung menampar hati Liani. Liani tak bisa membendung air matanya. Segulir air matanya jatuh perlahan. Ditengah tangisnya yang membuncah, ia ingat kenangannya dulu di perpustakaan bagaimana ia bisa berpacaran dengan Nofian. Setelah selesai membaca novel romantis berdua, Liani dan Nofian membahasnya dan keduanya benar-benar kagum dengan alur cerita novel itu. Saking kagumnya dengan novel itu Nofian mengatakan bagaimana kalau mereka berdua berpacaran dan menjalin hubungan se romantis tokoh di novel itu. Tanpa pikir panjang Liani mengiyakannya dan mereka akhirnya pacaran karena alasan yang sangat klise. Sebuah kisah cinta yang dari awal memang tidak jelas jalan ceritanya. Bahkan tidak bisa dinamakan kisah cinta.

Nofian bermaksud meminta maaf pada Liani karena lupa dengan janjinya kemarin, tak lupa sebatang cokelat ia beli agar hati Liani cepat luluh. Benar saja Liani ngambek dan mendiamkan Nofian. Sebelum sempat meminta maaf, Liani sudah mengajak bicara Nofian terlebih dahulu.

“Nofian! Kok bisa si kamu ngebiarin aku nunggu kayak kemarin , dan kamu malah pergi sama cewek lain!” Sembur Liani tanpa basa basi. Liani harus mengungkapkan segala isi hatinya. Nofian terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. Ada angin apa sampai Liani bisa berbicara seperti itu padanya.

“Sory Li, aku bener-bener lupa, beneran. Dan soal cewek yang kamu maksud itu aku enggak ngerti?Rena maksud kamu?”

“Emangnya siapa lagi kalau bukan dia?Kamu kok tega si sama aku, selama kita pacaran kamu enggak pernah kan perhatiin perasaan aku?” Pertanyaan Liani mulai mengarah ke hal-hal sensitif yang membuat  hati Nofian bergetar.

“Kamu  salah paham Li,. Aku bener-bener lupa kemarin, dan selama ini aku selalu coba ngertiin kamu,

 Sekarang kita itu udah pacaran. Kita pacaran tapi kita enggak pernah bertingkah kayak orang pacaran, kita tetep sahabatan kayak dulu, bahkan kamu enggak pernah nganggep aku pacar kamu, terus sebenarnya buat apa si status pacaran itu? Apa kamu Cuma manfaatin aku hah? Aku tuh cewek aku-,” Liani tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, karena itu hanya membuat dirinya semakin menyedihkan dan semakin membuat hatinya getir karena kata-kata yang dilontarkan seperti ditujukan untuk dirinya sendiri. Fakta bahwa mereka berdua pacaran.

“Kita emang pacaran, aku tahu dan selalu inget itu. Bukannya yang terpenting kita itu bisa berdua dan saling merasa nyaman,” Mendengar kalimat Nofian, Liani semakin beranggapan bahwa Nofian memang masih menganggapnya sebagai sahabat bukan sebagai seorang pacar.

Oke perkataan kamu emang enggak salah. Ini semua aku yang salah. Karena aku terlalu berharap lebih dari kamu. Aku pikir setelah kamu bilang mau pacaran sama aku, status aku bakalan bertambah satu tingkat lebih spesial dari seorang sahabat di hati kamu, tapi aku salah aku terlalu berlebihan. Seharusnya aku tahu, aku malu ngakuin ini tapi aku enggak bisa pura-pura jadi sahabat kamu saat status kita masih pacaran. Karena sahabat sama pacar itu beda. Lebih baik aku jadi sahabat kamu aja, kita enggak perlu status pacaran lagi karena itu enggak ngaruh sama sekali,” Sekali lagi Liani tersadarkan dengan perkataannya sendiri. Selama sebulan ini Nofian  memang selalu membuat hari-hari Liani jadi tidak karuan. Liani sering tidak konsentrasi di kelas karena memikirkan Nofian, tidak konsentrasi membaca novel karena memikirkan Nofian, dan ia jadi sering cari perhatian dengan Nofian, meskipun selalu dicuekin oleh Nofian. Padahal sikap Nofian bukannya berubah namun status mereka berdua saja yang berubah dan hati Liani merespon hal tersebut dan memberikan alarm bahwa hatinya menginginkan pengakuan dari Nofian bukan sebagai seorang sahabat tetapi sebagai cewek yang spesial.

“Aku, enggak tahu harus ngomong apa lagi. Aku bingung dengan pernyataan kamu yang tiba-tiba begini,

Sebelum sempat melanjutkan kalimatnya, bel berbunyi memutuskan percakapan keduanya. Selama pelajaran berlangsung ini merupakan momen tercanggung bagi Liani dan Nofian. Masalah mereka belum terselesaikan. Nofian harus segera pergi karena bandnya harus tampil mengisi pensi. Suasana hati Liani lebih panas saat melihat band Nofian tampil, disampingnya ada Rena yang sangat cocok apabila disandingkan dengannya. Apabila keduanya pacaran juga pastinya banyak yang mendukung, tidak seperti kalau Nofian berpacaran denggan Liani banyak yang tidak setuju dan mengejeknya. Sebelumnya Liani tidak pernah memikirkan hal itu, saat ini semuanya terasa jelas bagi Liani. Tentang posisinya disamping Nofian. Hati Liani terasa mau meledak. Ia pergi ke wc menangis tersedu-sedu sampai acara pensi berakhir. Liani sudah memutuskan ia akan bertemu dengan Nofian dan menyelesaikan semua.

Selama pensi Nofian selalu memikirkan percakapan tadi dengan Liani, ditambah lagi ketika dilihatnya Liani pergi meninggalkan pensi. Apa benar selama ini Nofian sudah keterlaluan memperlakukan Liani. Apa selama ini Nofian tidak menghargai dan menjaga perasaan Liani sebagai pacarnya. Dan yang menjadi pertanyaan penting, bagaimana perasan Nofian dan Liani. Namun pertanyaan Rena saat itu membuyarkan lamunan Nofian.

“Loh ini cokelat siapa?Ini kan cokelat kesukaan aku?” Tanya Rena pada Nofian, karena tinggal mereka berdua saja yang ada dipanggung, pensi baru saja selesai.

“Nofian ini pasti cokelat buat aku ya?” Lanjut Rena karena Nofian yang ditanya masih belum sadar sedang ditanyai.

“Oh, mana?”Jawan Nofian ngelantur karena otaknya masih terus memikirkan Liani.

Pada saat bersamaan Liani dibelakang pintu panggung. Liani menahan diri melihat Nofian yang lagi-lagi dengan Rena hanya berdua. Ia harus menahannya karena sebentar lagi semuanya akan ia selesaikan. Nofian dan Rena membalik badan karena menyadari ada seseorang dibelakang.

“Liani?”Nofian terkejut melihat Liani.

“Ada yang mau aku omongin sama kamu, bisa keluar sebentar?”

Perasaan Nofian benar-benar tidak enak. Hening kira-kira 2 menit. Nofian tidak berani bicara duluan karena ia melihat mata Liani yang sembab seperti baru menangis.

“Aku mau kita udahan.”

Benar saja Liani baru saja mengeluarkan ultimatum yang membuat Nofian memberikan tolakan keras.

 Maksud kamu apa?Kenapa kamu ngomong gitu?Apa enggak bisa kita omongin dulu berdua masalahnya. Kamu belum denger penjelasan dari aku. Kalau masih enggak percaya, kamu bisa tanya semua temen band, aku sama Rena enggak ada apa-apa, dan kemarin aku bene-bener lupa. Kita bisa ngomongin semuanya dengan baik-baik, kenapa kamu ngambil keputusan secepat itu? Bukannya kita pacaran? Apa kamu nganggep itu cuma main-main yang bisa diakhiri kapan aja kamu mau?”

“Kita enggak pernah pacaran Nofian! pacaran itu cuma status aja. Makanya aku minta kita udahan, mending kita ubah status kita jadi kayak dulu lagi, sahabatan. Bukannya semua itu enggak ada perbedaan yang berarti buat kamu? Dari awal kamu minta aku jadi pacar kamu, itu juga Cuma klise aja, jadi enggak papa dong kalau hubungan ini diakhiri dengan klise juga? kita mutusin buat pacaran tanpa tahu dan mau buat ngejalanin suatu prinsip apa.” Nada bicara Liani semakin meninggi.

 “Menurut kamu pacaran kita karena alasan klise, karena novel itu kan? Aku mutusin pacaran sama kamu bukan cuman karena itu. Selama ini aku selau nyaman ada disamping kamu. Aku bisa ngobrol panjang lebar sama kamu dengan berbagai topik. Aku minta kamu jadi pacar aku karena aku bener-bener sayang kamu dan kamu satu-satunya cewek yang bisa buat aku nyaman.”Selesai mengatakan panjang lebar tentang isi hatinya ekspresi Liani masih sulit ditebak.

“Enggak Fian, kamu sekarang lagi bingung, belum memikirkan ucapan kamu matang-matang aku mungkin memang bisa buat kamu nyaman tapi sebatas sahabat bukan buat jadi pacar. Dan semua orang lebih setuju kalau seperti itu. Ada cewek yang lebih cocok disamping kamu daripada aku.”

“Kenapa kamu bisa ngomong itu semua dengan gampangnya, padahal yang tahu isi hati aku itu cuma aku sendiri.”

“Sekarang terserah kamu mau ngomong apa, yang jelas sekarang kita udah enggak pacaran.” Lagi-lagi Liani pergi meninggalkan Nofian.

Setelah kejadian itu, Liani tidak masuk sekolah selama dua hari. Saat masuk Liani langsung pindah tempat duduk, mengetahui hal itu seluruh teman sekelas langsung heboh dan berbisik-bisik kalau gossip putusnya Liani dan Nofian sepertinya memang benar adanya.

Sepulang sekolah, Nofian sudah berdiri di tengah lapangan basket. Ia duduk di sebuah kursi dan memegang gitar kesukaaannya. Sebelumnya Nofian sudah menyelipkan secarik kertas pada Liani ketika lewat disampingnya. Di surat itu ia menulis bahwa Nofian akan menunggu Liani di tengah lapangan basket, karena ada hal yang ingin dikatakannya dan itu sangat penting. Liani tidak peduli dan tidak menggubrisnya, namun banyak anak yang menggerombol di lapangan basket. Ketika melewati gerombolan itu Liani sempat kecewa karena tidak tahu apa maksud Nofian sebenarnya, apa mungkin Nofian lupa dan mau mengerjainnya. Batin Liani sangat kesal, sampai ia dikejutkan ketika tangannya ditarik Nofian dari kerumunan dan dibawa ke bangku yang sudah disiapkan sebelumnya di tengah lapangan. Liani sempat memberontak, namun Nofian terus memohon dan banyak juga yang menyaksikan. Apa maksud Nofian sebenarnya dengan semua ini. Nofian duduk dan menyanyikan sebuah lagu yang terasa asing bagi Liani dan juga anak-anak yang melihatnya. Selesai menyelesaikan lagunya Nofian melihat Liani masih agak bingung.

“Lagu ini masih belum selesai, dan lagu ini aku ciptain buat sahabatku. Liani.” Anak-anak langsung berteriak berseru. Ketika Nofian menyebut kata sahabat jantung Liani berdesir seperti tidak terima dengan embel-embel itu padahal itu yang diinginkannya.

Kemudian Nofian meletakan gitarnya dan memohon didepan Liani. Ia memohon sambil mengeluarkan mawar merah dari saku celananya. Langsung saja anak yang bergerombol berbisik-bisik.

“Nofian, apa maksud semua ini?”Liani membuka suara.

“Liani, lagu itu aku ciptain buat kamu. Mungkin semua ini masih aneh buat kamu, menurut kamu kita udah enggak pacaran kan? Kata kamu meskipun kita pacaran tapi enggak pernah kayak orang pacaran. Makanya sekarang aku bener-bener minta kamu jadi pacar aku. Aku pengin memulai semuanya dari awal dengan cara yang benar. Maaf karena aku kurang tahu gimana mengekspresikan perasaanku, sampai ngebuat kamu salah paham. Enggak Cuma kamu, terkadang aku juga cari perhatian ke kamu, tapi kamu juga cuek. Kenapa aku ngelakuin ini, itu karena aku yakin perasaan kamu juga sama kayak aku. Ehm kegeeran banget ya. Aku pengin kamu nerima mawar ini, dan jadi pacar aku. Aku mau sahabat aku jadi pacar aku,”

Sorakan riuh langsung menyambar. Liani sontak tidak tahu harus berbuat apa didepan banyak orang seperti ini. Ia juga masih mencerna perkataan Nofian barusan. Berdasarkan renungannya selama dua hari ini, Liani sadar bahwa ia  jadi bertingkah seperti itu karena ia sangat menyukai Nofian. Dan sekarang Nofian sudah mengatakan isi hatinya bahwa ia menyukai Liani.

Aku minta maaf tapi apa boleh aku ngejawab iya, setelah sikap aku kemarin?”

“Hahahaha…”Nofian tertawa keras mendengar ucapan Liani, anak-anak yang lain tidak mendengar karena Liani mengatakan dengan suara yang sangat lirih. Kenapa Nofian malah tertawa apa ada yang salah sama ucapan aku, batin Liani.

“Justru aku yang seharusnya makasih dan minta maaf karena udah bikin kamu nangis dan jadinya sakit begini.”

Keduanya tertawa, diikuti riuh sorak sorai anak-anak yang melihatnya.

“Oke,karena ini merupakan momen bahagia buat aku, aku bakal persembahin satu lagu lagi.” Nofian mengedipkan satu matanya  pada Rena yang juga ada di kerumunan itu, karena semua rencana ini yang merencanakan adalah Rena setelah Nofian menceritakan semua isi hati dan masalahnya dengan Liani. Rena mengusulkan agar Nofian harus bertanya pada diri sendiri dan menjawabnya dengan jujur. Dengan begitu ia akan tahu apa yang seharusnya dilakukannya, yaitu dengan memulai semuanya dari awal.

 

 

-END-

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.